Kamis, 25 Februari 2016

Bahasa Bali....

Bahasa Bali






Bahasa bali







Pengertian bahasa bali
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti “tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang lebih 4 juta jiwa.
angka bahasa bali
berikut ini saya akan coba berikan beberapa contoh bagaimana berhitung dalam Bahasa Bali dan beberapa istilah atau kata yang berhubungan dengan angka dalam Bahasa Bali.
Satu = besik, siki
Dua = dua, kalih (ingat a di akhir kata dibaca “e” seperti tante)
Tiga = telu
Empat = papat
Lima = lima
Enam = nenem
Tujuh = pitu
Delapan = kutus
Sembilan = sia
Sepuluh = dasa
Itulah bahasa Bali angka dari satu sampai sepuluh. Mari kita lanjutkan dari sebelas sampai dua puluh :
Sebelas = solas
Dua belas = roras
Tiga belas = telulas
Empat belas = patbelas
Lima belas = limolas
Enam belas = nembelas
Tujuh belas = pitulas
Delapan belas = pelekutus
Sembilan belas = sia ngolas
Dua puluh = duang dasa

Dan selanjutnya dua puluh satu sampai dengan tiga puluh :

Dua puluh satu = duang dasa besik
Dua puluh dua = duang dasa dua
…. dst
Tiga puluh = telung dasa
Kita lanjutkan saja langsung ke puluhan ya :
Empat puluh = petang dasa
Lima puluh = seket
Enam puluh = nem dasa
Tujuh puluh = pitung dasa
Delapan puluh = wolung dasa / ulung dasa
Sembilan puluh = sia dasa
Seratus = satus
Dan beberapa angka memiliki istilah tersendiri seperti beberapa contoh berikut :
Dua puluh satu = selikur
Dua puluh lima = selae
Tiga puluh lima = sasur
Empat puluh lima = setiman
Tujuh puluh lima = telung benang
Seratus lima puluh = karobelah
Seratus tujuh puluh lima = lebak
Dua ratus = Satak
Empat ratus = samas
Enam ratus = telungatak (berasal dari telung satak)
Delapan ratus = domas
Seribu = siu
Dua ribu = duang tali
Tiga ribu = telung tali
…dst
Seratus ribu = satus tali
Cukup sekian dulu berhitung angka dalam Bahasa Bali.

Belajar  Bahasa Bali
  Banyak yang mengira bahwa belajar bahasa Bali itu sulit. Terutama karena sering terdengar logatnya lain dari yang lain yaitu penekanan pada pengucapan huruf "T" menjadi "TH" di setiap katanya.
  Namun sebenarnya belajar Bahasa Bali tidaklah sesulit yang dibayangkan. Terutama bagi mereka yang telah mengenal Bahasa Jawa seperti sy yang asli orang Jawa Tengah. Karena beberapa kata dalam bahasa Bali mempunyai banyak kemiripan dengan Bahasa Jawa. Misalnya kata-kata ini :
Taen (Bahasa Bali)= Nate (Bahasa Jawa) = Pernah (Bahasa Indonesia)
Asu = Baik bahasa Bali maupun bahasa Jawa artinya = Anjing
  Pengucapan dalam bahasa Bali pada kata-kata yang berakhir dengan huruf "a" selalu diganti dengan huruf "e". Misalnya jika Anda mengucapkan kata "suwitra" maka pengucapannya akan berubah menjadi "suwitre". Beberapa kata tertentu yang digunakan sehari hari kata-katanya seringkali disingkat, misalnya " lakar kija?" biasanya diucapkan dengan kalimat " kal kije?" atau "kenken kabare?" bisa disingkat menjadi "engken kabare?"
Kita mulai dari anggota tubuh :
kepala= prabu
kepala= sirah
mata=penyingakan
mata=mata
kuping=karna
kuping=kuping
bibir=lambe
bibir=bibih, bungut
tangan=lengen
kaki=cokor
kaki=batis
10=dasa/dase
Ucapan :
rahajeng semeng = selamat pagi
rahajeng tengai = selamat siang
rahajeng sanje = selamat sore
rahajeng wengi = selamat malam
saya= tiang
saya= rage deweke, icang

kakak laki= bli
kakak perempuan=mbok
siapa nama kamu= sira wastana idane
siapa nama kamu= nyen adan ragane
dari mana= ring dija
dari mana= uling dija
pacar=tunangan
makan= ngajeng (halus),
makan=medaar, ngamah, nidik..
sudah= sampun
sudah= suud
belum=durung
belum=konden, tonden
terima kasih = matur suksma
lagi ngapain = ngudiang?
nak ngudyang ne nah ?
sudah makan=sampun ngajeng
punapi gatra? = apa kabar?
adan tiang Wira = nama saya Wira
buin mani = besok
dija? = dimana?
matur suksma = terima kasih
melali = jalan-jalan
sampun = sudah
jani = sekarang
jam kuda = jam berapa
sampun ngajeng? = sudah makan?
Makan : ngajeng, dahar
Lari : melaib
Uang : pipis
Berapa : kude
Lupa : engsap
Diam : oyong
Dulu : malu
Pacar/kekasih : tunangan
Belum : konden
Selesai : suwud
Bertengkar : mejagur
Kemana : kije
Dimana : dije
 Berikut ini sy tambahkan kalimat sederhana yang lazim diucapkan sehari-hari oleh masyarakat Bali :
Punapi Gatra (halus) = Kenken Kabare = Apa Kabar?
Titiang (halus) = Raga (baca : rage) = Saya
Sampun/ampun (halus) = Suba ( baca : sube) = Sudah
Matur Suksma = Terimakasih
Lakar Kija = Mau Kemana?
Mai Melali = Ayo Jalan-jalan
Seduk = Lapar
Pedih = Marah
Tresna = Cinta
Bli = Kakak laki-laki
Mbok = Kakak Perempuan
Adi = Adik
Sirep = Tidur
Gelem = Sakit
Poh = Mangga
Saking Napi = Uling kije = Darimana
Kija (baca : Kije) = Kemana
Dija (baca : Dija ) = Dimana
Dot = Ingin
Ampunan = eda (baca : ede) = Jangan
  Itulah beberapa kata dan kalimat yg dpt sy berikan. kalo ad yg slah atau kurang sy mohon maaf karena sy bukan orang Bali dan Anda dapat membantu membenarkannya. Matur suksma.

aksara bali

Aksara Bali


Aksara Bali (ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ), dikenal juga sebagai hanacaraka(ᬳᬦᬘᬭᬓ), adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang berkembang di BaliIndonesia. Aksara ini umum digunakan untuk menulis bahasa Bali dan bahasa Sanskerta. Dengan sedikit perubahan, aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sasak yang digunakan di Lombok.[1] Aksara ini berkerabat dekat dengan dengan aksara Jawa.
Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali sebagai muatan lokal, namun penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit. Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian besar aksara Bali telah tergantikan dengan huruf Latin.
Ciri
Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.
Aksara Bali adalah sebuahabugida. Tiap hurufnya merepresentasikan sebuah suku kata dengan vokal /a/ atau /ə/ di akhir kata yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca.[2] Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua).
Aksara Bali memiliki 47 huruf. Bahasa Bali murni dapat ditulis dengan 18 huruf konsonan dan 7 vokal saja, sementara terjemahan Sanskerta atau kata serapan dari bahasa Sanskerta dan Kawi menggunakan keseluruhan set huruf. Huruf untuk menulis bahasa Sanskerta dan Kawi ini umum diucapkan setara dengan padanan Bali-nya, walau dalam bahasa Sanskerta huruf-huruf tersebut merepresentasikan bunyi yang berbeda. Semisal pengucapan vokal panjang seringkali dibaca pendek, karena bahasa Bali tidak membedakan arti kata dari panjang vokal.[1]
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, titik dua, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks. Notasi musik ditulis dengan simbol mirip-huruf dengan tanda baca untuk informasi metrik.[1]
Terdapat pula sejumlah huruf suci yang disebut modre. Kebanyakan darinya dibentuk dengan menambahkan tanda baca ulu candra pada huruf tertentu. Beberapa modre unik masih dipelajari dan kemungkinan diproposalkan sebagai aksara Bali tambahan pada masa mendatang. [1]
Warga
Dalam aksara Bali, huruf dibagi berdasarkan pengucapannya dalam kelompok yang disebut warga aksara. Pembagian ini didasarkan kaidah Sanskerta Panini. Terdapat 5 warga utama, yaitu:[3]
Nama
Tempat pengucapan
Keterangan
Kanthya
(
Guttural)
Warga kanthya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-langit dekat kerongkongan. Beberapa di antaranya termasuk konsonan celah suara.
Talawya
(
Palatal)
Warga talawya adalah kelompok fonem yang berasal dari langit-langit mulut.
Murdhanya
(
Retroflex)
Warga murdhanya adalah kelompok fonem yang berasal dari tarikan lidah ke belakang menyentuh langit-langit. Beberapa di antaranya juga termasuk konsonan rongga-gigi.
Dantya
(
Gigi)
Warga dantya adalah kelompok fonem yang berasal dari sentuhan lidah dengan gigi. Beberapa di antaranya termasuk konsonan rongga-gigi.
Osthya
(
Bibir)
Warga osthya adalah kelompok fonem yang berasal dari pertemuan bibir atas dan bawah.
Huruf
Konsonan
Huruf konsonan disebut wyanjana (ᬯ᭄ᬬᬦ᭄ᬚᬓ). Terdapat 33 huruf konsonan dalam aksara Bali dengan 18 huruf dasar (disebut wreṣāstra ᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ) yang paling umum digunakan. Sisanya biasa dipakai dalam kata serapan bahasa Sanskerta dan Kawi.
Aksara wianjana (Konsonan)
Warga
Pancawalimukha
Ardhasuara
(
Semivokal)
Usma
(
Sibilan)
Wisarga
(
Frikatif)
Anusika
(
Sengau)
Kanthya
(Ka)
Ka1
(Ga)
Ga1
(Gha)
Ga gora
(Nga)
Nga1

(Ha)
Ha12
Talawya
(Ca)
Ca1
(Cha)
Ca laca3
(Ja)
Ja1
(Jha)
Ja jera
(Nya)
Nya1
(Ya)
Ya1
(Śa)
Sa saga

Murdhanya
(Ṭa)
Ta latik
(Ṭha)
Ta latik m.
5
(Ḍa)
Da murda a.
4
(Ḍha)
Da murda m.
5
(Ṇa)
Na rambat
(Ra)
Ra1
(Ṣa)
Sa sapa
Dantya
(Ta)
Ta1
(Tha)
Ta tawa
(Da)
Da1
(Dha)
Da madu
(La)
La1
Osthya
(Pa)
Pa1
(Pha)
Pa kapal
(Ba)
Ba1
, (Bha)
Ba kembang7
(Ma)
Ma1
(Wa)
Wa1

^1Aksara wreṣāstra. Dalam urutan tradisonal ialah: ha na ca ra ka / da ta sa wa la / ma ga ba nga / pa ja ya nya.
^2 Konsonan /h/ kadang tidak dibaca. Semisal hujan dibaca ujan.[4]
^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai.[5] Namun bentuk aksaranya diikut-sertakan dalam Unicode.[6]
^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.
Vokal
Aksara swara (Vokal)
Warga
Suara hresua
(vokal pendek)
Suara dirgha
(vokal panjang)
Nama

Aksara Bali
Transkripsi
Aksara Bali
Transkripsi

Kantya
A
[a]
Ā
[ɑː]

Talawya
I
[i]
Ī
[iː]

Murdhanya
[ɹ̩]
[ɹ̩ː]

Dantya
[l̩]
[l̩ː]

Osthya
U
[u]
Ū
[uː]

Kanthya-talawya
E
[e]; [ɛ]
Ai
[aj]

Kanthya-osthya
O
[o]; [ɔ]
Au
[au]
O kara(O)
Au kara(Au)

Nama untuk aksara dirgha dibuat dengan dengan menambahkan kata tedung setelah nama hresua-nya, seperti a kara tedung dan i kara tedung, dengan pengecualian /e/ dan /o/ panjang yang menjadi sebuah diftong.
Pangangge
Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang yang tidak dapat berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara wianjana maupun aksara suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali. Ada berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suarapangangge tengenan (lafal:/t̪əŋənan/), dan pangangge aksara.
Pangangge suara
Bila suatu aksara wianjana (konsonan) dibubuhi pangangge aksara suara (vokal), maka cara baca aksara tersebut akan berubah. Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk huruf Ha ada pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak. Hal itu tergantung pada kata dan kalimat yang ditulis.
Warga aksara
Aksara Bali
Huruf Latin
Letak penulisan
Nama
Kanthya
(tenggorokan)
Suara hresua
(vokal pendek)
e; ě
[ə]
di atas huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
ā
[aː]
di belakang huruf
Talawya
(langit-langit lembut)
Suara hresua
(vokal pendek)
i
[i]
di atas huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
ī
[iː]
di atas huruf
Murdhanya
(langit-langit keras)
Suara hresua
(vokal pendek)
re; ṛ
[rə]
di bawah huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
[rəː]
kombinasi di belakang dan bawah huruf
Dantya
(gigi)
Suara hresua
(vokal pendek)
le; ḷ
[lə]
kombinasi di atas dan bawah huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
[ləː]
kombinasi di atas, bawah, dan belakang huruf
Osthya
(bibir)
Suara hresua
(vokal pendek)
u
[u]
di bawah huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
ū
[uː]
di bawah huruf
Kanthya-talawya
(tenggorokan & langit-langit lembut)
Suara hresua
(vokal pendek)
e; é
[e]; [ɛ]
di depan huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
e; ai
[e]; [aːi]
di depan huruf
Kanthya-osthya
(tenggorokan & bibir)
Suara hresua
(vokal pendek)
o
[o]; [ɔ]
mengapit huruf
Suara dirgha
(vokal panjang)
o; au
[o]; [aːu]
mengapit huruf
Pangangge tengenan
Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg) merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal /a/-nya tidak ada. Pangangge tengenan terdiri dari: bisahceceksurang, dan adeg-adeg. Jika dibandingkan dengan aksara Dewanagari, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga; tanda cecek berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda wirama.
Simbol
Letak penulisan
Nama
[h]
di belakang huruf
[r]
di atas huruf
[ŋ]
di atas huruf
-
di belakang huruf
Pangangge aksara
Pangangge aksara letaknya di bawah aksara wianjanaPangangge aksara (kecuali La) merupakan gantungan aksara ardhasuaraPangangge aksara terdiri dari:
Gantungan
Karena adeg-adeg tidak boleh dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara wianjana bisa "mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat dipakailah gantunganGantungan membuat aksara wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi diucapkan dengan huruf "a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti semestinya. Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri. Untuk "mematikan" suatu aksara dengan menggunakan gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus dilekatkan dengangantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na harus dimatikan. Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na dilekati oleh gantungan Da, maka Na diucapkan /n/.
Gantungan dan pangangge diperbolehkan melekat pada satu huruf yang sama, namun bila dua gantungan melekat di bawah huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada dua gantungan yang melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga tumpukan). Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di tengah kata diperbolehkan.[7]
Pasang pageh
Dalam lontarkakawin dan kitab-kitab dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan berbagai aksara wianjana khusus, beserta gantungannya yang istimewa. Penulisan aksara seperti itu disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang demikian, tidak dapat diubah lagi.[8] Aksara-aksara tersebut juga memiliki nama, misalnya Na rambatTa latik,Ga goraBa kembang, dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena setiap aksara harus diucapkan dengan intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara tersebut. Namun kini ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak seperti dulu.[9]Aksara mahaprana (hembusan besar) diucapkan sama seperti aksara alpaprana (hembusan kecil). Aksara dirgha(suara panjang) diucapkan sama seperti aksara hrasua (suara pendek). Aksara usma (desis) diucapkan biasa saja. Meskipun cara pengucapan sudah tidak dihiraukan lagi dalam membaca, namun dalam penulisan, pasang pageh harus tetap diperhatikan.
Pasang pageh berguna untuk membedakan suatu homonim. Misalnya:
Aksara Bali
Aksara Latin
(
IAST)
Arti
asta
adalah
astha
tulang
aṣṭa
delapan
pada
tanah, bumi
pāda
kaki
padha
sama-sama
Aksara maduita
Aksara maduita khusus digunakan pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap kata-kata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah kosakata. Contoh penggunaan aksara maduita:
Aksara Bali
Aksara Latin
(
IAST)
Arti
Yang telah sadar
Yuddha
perang
Bhinna
beda
Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf konsonan yang ditulis dua kali. Hal tersebut merupakan ciri-ciri aksara maduita.
Angka
Aksara Bali
Aksara Latin
Nama (dalam bhs. Bali)

Aksara Bali
Aksara Latin
Nama (dalambhs. Bali)
0
Bindu/Windu
5
Lima
1
Siki/Besik
6
Nem
2
Kalih/Dua
7
Pitu
3
Tiga/Telu
8
Kutus
4
Papat
9
Sanga/Sia
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat sederhana, sama seperti sistem dalam aksara Jawa dan Arab. Bila hendak menulis angka 10, cukup dengan menulis angka 1 dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan 5. Bila angka ditulis di tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka diwajibkan untuk menggunakan tanda carik, di awal dan di akhir angka yang ditulis.
Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli 1982; lokasi: Bali):

Aksara Bali
Transliterasi dengan Huruf Latin
Bali, 1 Juli 1982.

Pada contoh penulisan di atas, angka diapit oleh tanda 
carik untuk membedakannya dengan huruf.
Tanda baca dan aksara khusus
Ada beberapa aksara khusus dalam aksara Bali. Beberapa di antaranya merupakan tanda baca, dan yang lainnya merupakan simbol istimewa karena dianggap keramat. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut:
Simbol
Nama
Keterangan
Carik atau Carik Siki.
Ditulis pada akhir kata di tengah kalimat. Fungsinya sama dengan koma dalam huruf Latin. Dipakai juga untuk mengapit aksara anceng.
Carik Kalih atau Carik Pareren.
Ditulis pada akhir kalimat. Fungsinya sama dengan titik dalam huruf Latin.
Dipakai pada akhir kata. Fungsinya sama dengan tanda titik dua pada huruf Latin.
Dipakai pada akhir penulisan karangan, surat dan sebagainya. Pada geguritan bermakna sebagai tanda pergantian tembang.
Panten atau Panti.
Dipakai pada permulaan suatu karangansurat dan sebagainya.
Dipakai pada awal penulisan. Tujuannya sama dengan pengucapan awighnamastu, yaitu berharap supaya apa yang dikerjakan dapat berhasil tanpa rintangan.
Simbol suci umat Hindu. Simbol ini dibaca "Ong" atau "Om".
Adapted from=

comment=
  this text was good. I can tell everyone who read my blog. and also give me more information about Bali language ... 




0 komentar:

Posting Komentar