Bahasa Bali
Bahasa bali
Pengertian bahasa bali
Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang
Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama
dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung timur
pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunaannya,
misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar. Yang halus
dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat desa
adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan berkasta lebih
tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat menengah misalnya pejabat
dengan bawahannya, sedangkan yang kasar dipergunakan bertutur oleh orang kelas
rendah misalnya kaum sudra atau antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di
Lombok bahasa Bali terutama dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di
pulau Jawa bahasa Bali terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten
Banyuwangi. Selain itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga
menyerap banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti
“tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh kurang
lebih 4 juta jiwa.
angka bahasa bali
berikut ini saya akan coba berikan beberapa contoh bagaimana
berhitung dalam Bahasa Bali dan beberapa istilah atau kata yang berhubungan
dengan angka dalam Bahasa Bali.
Satu = besik, siki
Dua = dua, kalih (ingat a di akhir kata dibaca “e” seperti
tante)
Tiga = telu
Empat = papat
Lima = lima
Enam = nenem
Tujuh = pitu
Delapan = kutus
Sembilan = sia
Sepuluh = dasa
Itulah bahasa Bali angka dari satu sampai sepuluh. Mari kita
lanjutkan dari sebelas sampai dua puluh :
Sebelas = solas
Dua belas = roras
Tiga belas = telulas
Empat belas = patbelas
Lima belas = limolas
Enam belas = nembelas
Tujuh belas = pitulas
Delapan belas = pelekutus
Sembilan belas = sia ngolas
Dua puluh = duang dasa
Dan selanjutnya dua puluh satu sampai dengan tiga puluh :
Dua puluh satu = duang dasa besik
Dua puluh dua = duang dasa dua
…. dst
Tiga puluh = telung dasa
Kita lanjutkan saja langsung ke puluhan ya :
Empat puluh = petang dasa
Lima puluh = seket
Enam puluh = nem dasa
Tujuh puluh = pitung dasa
Delapan puluh = wolung dasa / ulung dasa
Sembilan puluh = sia dasa
Seratus = satus
Dan beberapa angka memiliki istilah tersendiri seperti
beberapa contoh berikut :
Dua puluh satu = selikur
Dua puluh lima = selae
Tiga puluh lima = sasur
Empat puluh lima = setiman
Tujuh puluh lima = telung benang
Seratus lima puluh = karobelah
Seratus tujuh puluh lima = lebak
Dua ratus = Satak
Empat ratus = samas
Enam ratus = telungatak (berasal dari telung satak)
Delapan ratus = domas
Seribu = siu
Dua ribu = duang tali
Tiga ribu = telung tali
…dst
Seratus ribu = satus tali
Cukup sekian dulu berhitung angka dalam Bahasa Bali.
Belajar Bahasa Bali
Banyak yang mengira
bahwa belajar bahasa Bali itu sulit. Terutama karena sering terdengar logatnya
lain dari yang lain yaitu penekanan pada pengucapan huruf "T" menjadi
"TH" di setiap katanya.
Namun sebenarnya
belajar Bahasa Bali tidaklah sesulit yang dibayangkan. Terutama bagi mereka
yang telah mengenal Bahasa Jawa seperti sy yang asli orang Jawa Tengah. Karena
beberapa kata dalam bahasa Bali mempunyai banyak kemiripan dengan Bahasa Jawa.
Misalnya kata-kata ini :
Taen (Bahasa Bali)= Nate (Bahasa Jawa) = Pernah (Bahasa
Indonesia)
Asu = Baik bahasa Bali maupun bahasa Jawa artinya = Anjing
Pengucapan dalam
bahasa Bali pada kata-kata yang berakhir dengan huruf "a" selalu
diganti dengan huruf "e". Misalnya jika Anda mengucapkan kata
"suwitra" maka pengucapannya akan berubah menjadi
"suwitre". Beberapa kata tertentu yang digunakan sehari hari
kata-katanya seringkali disingkat, misalnya " lakar kija?" biasanya
diucapkan dengan kalimat " kal kije?" atau "kenken kabare?"
bisa disingkat menjadi "engken kabare?"
Kita mulai dari anggota tubuh :
kepala= prabu
kepala= sirah
mata=penyingakan
mata=mata
kuping=karna
kuping=kuping
bibir=lambe
bibir=bibih, bungut
tangan=lengen
kaki=cokor
kaki=batis
10=dasa/dase
Ucapan :
rahajeng semeng = selamat pagi
rahajeng tengai = selamat siang
rahajeng sanje = selamat sore
rahajeng wengi = selamat malam
saya= tiang
saya= rage deweke, icang
kakak laki= bli
kakak perempuan=mbok
siapa nama kamu= sira wastana idane
siapa nama kamu= nyen adan ragane
dari mana= ring dija
dari mana= uling dija
pacar=tunangan
makan= ngajeng (halus),
makan=medaar, ngamah, nidik..
sudah= sampun
sudah= suud
belum=durung
belum=konden, tonden
terima kasih = matur suksma
lagi ngapain = ngudiang?
nak ngudyang ne nah ?
sudah makan=sampun ngajeng
punapi gatra? = apa kabar?
adan tiang Wira = nama saya Wira
buin mani = besok
dija? = dimana?
matur suksma = terima kasih
melali = jalan-jalan
sampun = sudah
jani = sekarang
jam kuda = jam berapa
sampun ngajeng? = sudah makan?
Makan : ngajeng, dahar
Lari : melaib
Uang : pipis
Berapa : kude
Lupa : engsap
Diam : oyong
Dulu : malu
Pacar/kekasih : tunangan
Belum : konden
Selesai : suwud
Bertengkar : mejagur
Kemana : kije
Dimana : dije
Berikut ini sy
tambahkan kalimat sederhana yang lazim diucapkan sehari-hari oleh masyarakat
Bali :
Punapi Gatra (halus) = Kenken Kabare = Apa Kabar?
Titiang (halus) = Raga (baca : rage) = Saya
Sampun/ampun (halus) = Suba ( baca : sube) = Sudah
Matur Suksma = Terimakasih
Lakar Kija = Mau Kemana?
Mai Melali = Ayo Jalan-jalan
Seduk = Lapar
Pedih = Marah
Tresna = Cinta
Bli = Kakak laki-laki
Mbok = Kakak Perempuan
Adi = Adik
Sirep = Tidur
Gelem = Sakit
Poh = Mangga
Saking Napi = Uling kije = Darimana
Kija (baca : Kije) = Kemana
Dija (baca : Dija ) = Dimana
Dot = Ingin
Ampunan = eda (baca : ede) = Jangan
Itulah beberapa kata
dan kalimat yg dpt sy berikan. kalo ad yg slah atau kurang sy mohon maaf karena
sy bukan orang Bali dan Anda dapat membantu membenarkannya. Matur suksma.
aksara bali
Aksara Bali
Aksara Bali (ᬅᬓ᭄ᬱᬭᬩᬮᬶ), dikenal juga
sebagai hanacaraka(ᬳᬦᬘᬭᬓ), adalah salah satu aksara tradisional
Nusantara yang berkembang di Bali, Indonesia. Aksara ini umum
digunakan untuk menulis bahasa Bali dan bahasa Sanskerta. Dengan sedikit
perubahan, aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sasak yang digunakan
di Lombok.[1] Aksara ini
berkerabat dekat dengan dengan aksara Jawa.
Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali
sebagai muatan lokal, namun penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit.
Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian besar aksara Bali telah tergantikan
dengan huruf Latin.
Ciri
Suku kata /ka/ ditulis
dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku
kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.
Aksara Bali adalah sebuahabugida. Tiap hurufnya
merepresentasikan sebuah suku kata dengan vokal /a/ atau /ə/ di akhir kata yang dapat diubah
dengan penggunaan tanda baca.[2] Aksara ditulis
tanpa spasi (scriptio continua).
Aksara Bali memiliki 47 huruf. Bahasa Bali murni dapat
ditulis dengan 18 huruf konsonan dan 7 vokal saja, sementara terjemahan
Sanskerta atau kata serapan dari bahasa Sanskerta dan Kawi menggunakan
keseluruhan set huruf. Huruf untuk menulis bahasa Sanskerta dan Kawi ini umum
diucapkan setara dengan padanan Bali-nya, walau dalam bahasa Sanskerta
huruf-huruf tersebut merepresentasikan bunyi yang berbeda. Semisal pengucapan
vokal panjang seringkali dibaca pendek, karena bahasa Bali tidak membedakan
arti kata dari panjang vokal.[1]
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat
pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda
baca dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.
Tanda baca teks termasuk koma, titik, titik dua, serta tanda untuk memulai dan
mengakhiri bagian-bagian teks. Notasi musik ditulis dengan simbol mirip-huruf
dengan tanda baca untuk informasi metrik.[1]
Terdapat pula sejumlah huruf suci yang disebut modre.
Kebanyakan darinya dibentuk dengan menambahkan tanda baca ulu candra pada
huruf tertentu. Beberapa modre unik masih dipelajari dan
kemungkinan diproposalkan sebagai aksara Bali tambahan pada masa
mendatang. [1]
Warga
Dalam aksara Bali, huruf dibagi berdasarkan
pengucapannya dalam kelompok yang disebut warga aksara. Pembagian
ini didasarkan kaidah Sanskerta Panini. Terdapat 5 warga utama,
yaitu:[3]
Nama
|
Tempat pengucapan
|
Keterangan
|
Warga kanthya adalah kelompok fonem yang berasal dari
langit-langit dekat kerongkongan. Beberapa di antaranya termasuk konsonan celah suara.
|
||
Warga talawya adalah kelompok fonem yang berasal dari
langit-langit mulut.
|
||
Warga murdhanya adalah kelompok fonem yang berasal dari
tarikan lidah ke belakang menyentuh langit-langit. Beberapa di antaranya juga
termasuk konsonan rongga-gigi.
|
||
Warga dantya adalah kelompok fonem yang berasal dari
sentuhan lidah dengan gigi. Beberapa di antaranya termasuk konsonan rongga-gigi.
|
||
Warga osthya adalah kelompok fonem yang berasal dari
pertemuan bibir atas dan bawah.
|
Huruf
Konsonan
Huruf konsonan disebut wyanjana (ᬯ᭄ᬬᬦ᭄ᬚᬓ). Terdapat 33 huruf
konsonan dalam aksara Bali dengan 18 huruf dasar (disebut wreṣāstra ᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ) yang paling umum
digunakan. Sisanya biasa dipakai dalam kata serapan bahasa Sanskerta dan Kawi.
Aksara wianjana (Konsonan)
|
||||||||
Warga
|
Pancawalimukha
|
|||||||
Kanthya
|
|
(Kha)
Ka mahaprana |
|
(Gha)
Ga gora |
|
|
||
Talawya
|
|
|
|
(Jha)
Ja jera |
|
|
(Śa)
Sa saga |
|
Murdhanya
|
(Ṭa)
Ta latik |
(Ṭha)
Ta latik m.5 |
(Ḍa)
Da murda a.4 |
(Ḍha)
Da murda m.5 |
(Ṇa)
Na rambat |
|
(Ṣa)
Sa sapa |
|
Dantya
|
|
(Tha)
Ta tawa |
|
(Dha)
Da madu |
|
|
|
|
Osthya
|
|
(Pha)
Pa kapal |
|
|
|
^1Aksara wreṣāstra. Dalam urutan
tradisonal ialah: ha na ca ra ka / da ta sa wa la / ma ga ba nga / pa ja ya
nya.
^2 Konsonan /h/ kadang tidak dibaca. Semisal hujan dibaca ujan.[4]
^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai.[5] Namun bentuk aksaranya diikut-sertakan dalam Unicode.[6]
^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.
^2 Konsonan /h/ kadang tidak dibaca. Semisal hujan dibaca ujan.[4]
^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai.[5] Namun bentuk aksaranya diikut-sertakan dalam Unicode.[6]
^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.
Vokal
Aksara swara (Vokal)
|
||||||||
Warga
|
Suara hresua
(vokal pendek) |
Suara dirgha
(vokal panjang) |
Nama
|
|||||
Aksara Bali
|
Transkripsi
|
Aksara Bali
|
Transkripsi
|
|||||
Kantya
|
|
A
|
[a]
|
|
Ā
|
[ɑː]
|
||
Talawya
|
|
I
|
[i]
|
|
Ī
|
[iː]
|
||
Murdhanya
|
|
Ṛ
|
[ɹ̩]
|
|
Ṝ
|
[ɹ̩ː]
|
||
Dantya
|
|
Ḷ
|
[l̩]
|
|
Ḹ
|
[l̩ː]
|
||
Osthya
|
|
U
|
[u]
|
|
Ū
|
[uː]
|
||
Kanthya-talawya
|
|
E
|
[e]; [ɛ]
|
|
Ai
|
[aj]
|
||
Kanthya-osthya
|
|
O
|
[o]; [ɔ]
|
|
Au
|
[au]
|
Nama untuk aksara dirgha dibuat
dengan dengan menambahkan kata tedung setelah nama hresua-nya,
seperti a kara tedung dan i kara tedung, dengan
pengecualian /e/ dan /o/ panjang yang menjadi sebuah diftong.
Pangangge
Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang yang tidak dapat
berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara wianjana maupun aksara
suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali. Ada
berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suara, pangangge
tengenan (lafal:/t̪əŋənan/), dan pangangge aksara.
Pangangge suara
Bila suatu aksara wianjana (konsonan) dibubuhi pangangge
aksara suara (vokal), maka cara baca aksara tersebut akan berubah.
Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk
huruf Ha ada pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak.
Hal itu tergantung pada kata dan kalimat yang ditulis.
Warga aksara
|
Aksara Bali
|
Huruf Latin
|
Letak penulisan
|
Nama
|
||
Kanthya
(tenggorokan) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
e; ě
|
[ə]
|
di atas huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
ā
|
[aː]
|
di belakang huruf
|
||
Talawya
(langit-langit lembut) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
i
|
[i]
|
di atas huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
ī
|
[iː]
|
di atas huruf
|
||
Murdhanya
(langit-langit keras) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
re; ṛ
|
[rə]
|
di bawah huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
ṝ
|
[rəː]
|
kombinasi di belakang dan bawah huruf
|
||
Dantya
(gigi) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
le; ḷ
|
[lə]
|
kombinasi di atas dan bawah huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
ḹ
|
[ləː]
|
kombinasi di atas, bawah, dan belakang huruf
|
||
Osthya
(bibir) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
u
|
[u]
|
di bawah huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
ū
|
[uː]
|
di bawah huruf
|
||
Kanthya-talawya
(tenggorokan & langit-langit lembut) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
e; é
|
[e]; [ɛ]
|
di depan huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
e; ai
|
[e]; [aːi]
|
di depan huruf
|
||
Kanthya-osthya
(tenggorokan & bibir) |
Suara hresua
(vokal pendek) |
|
o
|
[o]; [ɔ]
|
mengapit huruf
|
|
Suara dirgha
(vokal panjang) |
|
o; au
|
[o]; [aːu]
|
mengapit huruf
|
Pangangge tengenan
Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg) merupakan aksara
wianjana yang bunyi vokal /a/-nya tidak ada. Pangangge
tengenan terdiri dari: bisah, cecek, surang, dan adeg-adeg. Jika dibandingkan
dengan aksara Dewanagari, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga; tanda cecek
berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda
wirama.
Simbol
|
Letak penulisan
|
Nama
|
|
|
[h]
|
di belakang huruf
|
|
|
[r]
|
di atas huruf
|
|
|
[ŋ]
|
di atas huruf
|
|
|
-
|
di belakang huruf
|
Pangangge aksara
Pangangge aksara letaknya di
bawah aksara wianjana. Pangangge aksara (kecuali La) merupakan gantungan
aksara ardhasuara. Pangangge aksara terdiri dari:
Simbol
|
Nama
|
|
|
[r]
|
|
|
[w]
|
|
|
[j]
|
Gantungan
Karena adeg-adeg tidak boleh
dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara wianjana bisa
"mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat dipakailah gantungan. Gantungan membuat aksara
wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi diucapkan dengan huruf
"a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan
sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti
semestinya. Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri.
Untuk "mematikan" suatu aksara dengan menggunakan
gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus dilekatkan
dengangantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na
harus dimatikan. Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na
dilekati oleh gantungan Da, maka Na diucapkan /n/.
Gantungan dan pangangge diperbolehkan
melekat pada satu huruf yang sama, namun bila dua gantungan melekat di bawah
huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada dua gantungan yang
melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga
tumpukan). Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di
tengah kata diperbolehkan.[7]
Pasang pageh
Dalam lontar, kakawin dan kitab-kitab
dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan berbagai aksara wianjana khusus,
beserta gantungannya yang istimewa. Penulisan aksara seperti
itu disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang demikian,
tidak dapat diubah lagi.[8] Aksara-aksara
tersebut juga memiliki nama, misalnya Na rambat, Ta latik,Ga gora, Ba kembang, dan sebagainya. Hal
itu disebabkan karena setiap aksara harus diucapkan dengan
intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara tersebut. Namun kini
ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak seperti dulu.[9]Aksara mahaprana (hembusan besar)
diucapkan sama seperti aksara alpaprana (hembusan
kecil). Aksara dirgha(suara panjang) diucapkan sama seperti aksara
hrasua (suara pendek). Aksara usma (desis) diucapkan
biasa saja. Meskipun cara pengucapan sudah tidak dihiraukan lagi dalam membaca,
namun dalam penulisan, pasang pageh harus tetap diperhatikan.
Pasang pageh berguna untuk
membedakan suatu homonim. Misalnya:
Aksara Bali
|
Arti
|
|
|
asta
|
adalah
|
|
astha
|
tulang
|
|
aṣṭa
|
delapan
|
|
pada
|
tanah, bumi
|
|
pāda
|
kaki
|
|
padha
|
sama-sama
|
Aksara maduita
Aksara maduita khusus digunakan
pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap
kata-kata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah
kosakata. Contoh penggunaan aksara maduita:
Aksara Bali
|
Arti
|
|
|
Yang telah sadar
|
|
Yuddha
|
perang
|
|
|
Bhinna
|
beda
|
Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf
konsonan yang ditulis dua kali. Hal tersebut merupakan ciri-ciri aksara
maduita.
Angka
Aksara Bali
|
Aksara Latin
|
Aksara Bali
|
Aksara Latin
|
|||
|
0
|
Bindu/Windu
|
|
5
|
Lima
|
|
|
1
|
Siki/Besik
|
|
6
|
Nem
|
|
|
2
|
Kalih/Dua
|
|
7
|
Pitu
|
|
|
3
|
Tiga/Telu
|
|
8
|
Kutus
|
|
|
4
|
Papat
|
|
9
|
Sanga/Sia
|
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat
sederhana, sama seperti sistem dalam aksara Jawa dan Arab. Bila hendak menulis
angka 10, cukup dengan menulis angka 1 dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula
jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan 5. Bila angka ditulis di
tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka diwajibkan untuk
menggunakan tanda carik, di awal dan di akhir angka yang ditulis.
Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan
menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli 1982; lokasi: Bali):
Aksara Bali
|
Transliterasi dengan Huruf Latin
|
|
Bali, 1 Juli 1982.
|
Tanda baca dan aksara khusus
Ada beberapa aksara khusus dalam aksara Bali. Beberapa
di antaranya merupakan tanda baca, dan yang lainnya merupakan simbol istimewa
karena dianggap keramat. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut:
Simbol
|
Nama
|
Keterangan
|
|
Carik atau
Carik Siki.
|
Ditulis pada akhir kata di tengah kalimat. Fungsinya
sama dengan koma dalam huruf Latin. Dipakai juga untuk mengapit
aksara anceng.
|
|
Carik Kalih atau
Carik Pareren.
|
|
|
||
|
||
|
Panten atau Panti.
|
|
|
Dipakai pada awal penulisan. Tujuannya sama dengan
pengucapan awighnamastu, yaitu berharap supaya apa yang
dikerjakan dapat berhasil tanpa rintangan.
|
|
|
Adapted from=
comment=
this text was good. I can tell everyone who read my blog. and also give me more information about Bali language ...
this text was good. I can tell everyone who read my blog. and also give me more information about Bali language ...
0 komentar:
Posting Komentar