Bahasa
Sunda
Pengertian bahasa sunda
Bahasa Sunda adalah sebuah bahasa dari cabang
Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh
setidaknya 42 juta orang dan merupakan bahasa Ibu dengan penutur terbanyak
kedua di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Bahasa Sunda dituturkan di hampir
seluruh provinsi Jawa Barat dan Banten, serta wilayah barat Jawa Tengah mulai
dari Kali Brebes (Sungai Cipamali) di wilayah Kabupaten Brebes dan Kali Serayu
(Sungai Ciserayu) di Kabupaten Cilacap, di sebagian kawasan Jakarta, serta di
seluruh provinsi di Indonesia dan luar negeri yang menjadi daerah urbanisasi
Suku Sunda.Dari segi linguistik, bersama bahasa Baduy, bahasa Sunda membentuk
suatu rumpun bahasa Sunda yang dimasukkan ke dalam rumpun bahasa
Melayu-Sumbawa.
angka bahasa sunda
1 = hiji
2 = dua
3 = tilu
4 = opat
5 = lima
6 = genep
7 = tujuh
8 = dalapan
9 = salapan
10 = sapuluh
11 = sabelas
30 = tilu puluh
40 = opat puluh
100 = saratus
1000 = sarebu
6000 = genep rebu
Belajar Bahasa Sunda
Sebelumnya,
harus difahami perbedaan pengucapan pada huruf é, e dan eu. "é"
diucapkan seperti kalimat "besok", "lele",
"bebek", dsb. "e" diucapkan seperti "kera",
"teri", dsb. "eu" diucapkan seperti orang Bali menyebut
kata "pura" menjadi "pureu", yaitu diucapkan seperti suara
sedang sendawa.
Kata Tanya dalam Bahasa Sunda
1. Apa? - Naon?
2. Kapan? - Iraha?
3. Kenapa? - Kunaon?
4. Mana? - Mana?
5. Dimana? - Dimana?
6. Siapa? - Saha?
7. Berapa? - Sabaraha?
8. Bagaimana? - Kumaha?
Contoh penggunaan :
Naon éta anu beureum? (Apa itu yang merah?)
Iraha rék mayar hutang téh? (Kapan mau bayar hutang?)
Saha anu nembé ngalangkung téh? (Siapa sih yang barusan
lewat?)
Sabaraha hargina sakilo? (Berapa harga sekilonya?)
Kumaha damang? (Bagaimana? Sehat?)
Contoh Percakapan Bahasa Sunda
Ani: "Assalamu'alaikum"
Cinta : "Wa'alaikum salam, mangga kalebet (linggih)"
Ani : "Mangga, hatur nuhun"
Cinta : "Sisinanteneun, aya naon nya?"
Ani : "Ah, kaleresan we ngalangkung ka dieu, lawas
tilawas teu pendak"
Cinta : "Enya kamana wae atuh ari Ani? asa nembe
katinggal deui"
Ani : "Pan atos tilu sasih Ani mah mumbara di lembur
batur"
Cinta :"Dimana téa atuh?"
Ani : "Di Sukasari, sateuacan Cileunyi,
Bandung"
Cinta : "Guning tebih, betah di ditu?"
Ani : "Alhamdulillah, sakantenan ngalangkung aya
kaembutan saalit"
Cinta : "Naon atuh? bet ngarépotkeun. Haturnuhun
atuh"
Ani : "Moal lami bilih kabujeng hujan"
Cinta : "Naha énggal-énggalan teuing atuh?"
Ani : "Pan teu nyandak pajeng bilih kabujeng
hujan"
Cinta : "Nya atuh ari kitu mah"
Ani : "Mangga permios"
Cinta : "Mangga"
Kosa Kata :
Mangga : Silahkan, Iya, atau sebagai kata yang digunakan
untuk pamitan.
Haturnuhun : Terimakasih
Sisinanteneun : Tumben, Tidak biasanya
Kaleresan : Kebetulan
Ngalangkung : Lewat
Dieu : Sini
Lawas tilawas : lama sekali
Teu / Henteu : Tidak
Pendak : bertemu
Enya : iya
Wae : aja
Ari : kalau
Asa: seperti, kayaknya
Nembe : Baru
Katinggal : Terlihat
Deui : lagi
Atos : sudah
Tilu : Tiga
Sasih : Bulan
Mumbara : tinggal, mengembara
Lembur : Desa, kampung
Batur : Orang lain
Sateuacan : sebelum
Geuning : Ternyata
Tebih : jauh
Sakantena :sekalian
Kaembutan : keingetan
Saalit : Sedikit
Ngarépotkeun : Merepotkan, menyusahkan
Moal : Tidak akan
Lami : lama
Kabujeng : keburu
Nya : Ya
Permios : permisi
aksara sunda
Berdasarkan bukti-bukti yang ditunjukkan pada uraian terdahulu, aksara Sunda yang pernah digunakan itu dapat dibedakan atas beberapa varian sesuai dengan aneka ragam bahan tulis yang dipakai (batu, logam, daun, kertas, pahat, palu, pisau, pena, tinta, dll).
Cara penulisannya bersifat individual. Rentang waktu pemakaiannya berlangsung lama (sekitar 400 tahun). Lingkup wilayah pemakaiannya cukup luas (hampir seluruh Jawa Barat). Bentuk dan kelengkapan ejaan aksara Sunda yang ditulis pada batu dan logam (prasasti/piagam) menunjukkan beberapa variasi dengan aksara Sunda yang ditulis pada daun (naskah).Dengan kata lain, bentuk aksara yang digores pada daun dengan menggunakan alat tulis pisau (péso pangot) memiliki variasi dengan yang menggunakan alat tulis pena dan tinta. Begitu pula bentuk aksara dan ejaannya yang ditulis pada abad ke-14 Masehi (prasasti Kawali) memiliki variasi dengan yang ditulis pada abad ke-16 Masehi (Carita
Parahyangan, Carita Ratu Pakuan, dsb.). Namun demikian, secara umum, lambang-lambang aksara Sunda Kuno dapat disusun ke dalam kelompok aksara swara, aksara ngalagena, aksara khusus, arangkén, dan pasangan.
A. Aksara Swara
Aksara swara adalah aksara yang secara silabis memiliki harkat bunyi vokal yang dalam sistem aksara Sunda Kuno berjumlah lima buah. Ada tiga buah aksara swara yang masing-masing memiliki dua lambang, yaitu /a/, /é/, dan /i/. Ketiga varian lambang aksara masing-masing tersebut dalam penggunaannya sering dipertukarkan secara bebas dengan nilai harkat bunyi yang tetap. Hal tersebut adalah sebagai berikut:
B. Aksara Ngalagena
Aksara ngalagena adalah lambang-lambang bunyi yang dapat dipandang sebagai fonem konsonan yang secara silabis mengandung bunyi vokal /a/. Jumlah aksara Sunda Kuno ini ada delapan belas jenis aksara ngalagena yang susunannya disesuaikan dengan sistem kedudukan alat-alat ucap (artikulasi-atikulator), seperti guttural ‘kerongkongan’, palatal ‘langit-langit’, lingual ‘lidah’, dental ‘gigi’, dan labial ‘bibir’. Namun demikian, lambang bunyi untuk aksara nya muncul dalam tiga bentuk dan untuk aksara ba muncul dalam dua bentuk. Kedua varian lambang aksara masing-masing tersebut dalam penggunaannya sering dipertukarkan secara bebas dengan nilai harkat bunyi yang tetap. Hal dimaksud adalah sebagai berikut:
Ada empat aksara yang dapat dikategorikan sebagai aksara khusus, yang tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok aksara ngalagena. Aksara khusus ini secara silabis ucapan bunyinya tidak mengandung vokal /a/ sebagaimana kelompok aksara ngalagena. Di samping itu, keempat aksara khusus ini bersifat mandiri, artinya
tidak terikat oleh tanda vokalisasi. Keempat aksara khusus tersebut adalah: Aksara le/leu biasa disebut pangwilet yang dalam tradisi aksara Jawa dinamakan ngalelet. Sedangkan aksara re/reu disebut dengan istilah pangreureu yang dalam tradisi aksara Jawa dinamakan pacerek.
D. Tanda Vokalisasi (Rarangkén)
Lambang penanda vokalisasi aksara Sunda Kuno terdiri atas 14 buah yang cara penulisannya ditempatkan sebagai berikut.
1. Penempatan di atas (5 buah)
2. Penempatan di bawah (2 buah)
3. Penempatan di samping (6 buah)
E. Pasangan
Aksara Sunda Kuno memiliki beberapa bentuk pasangan atau bentukan
aksara sambung. Pasangan ini biasanya digunakan untuk menunjukkan bahwa
aksara ngalagena yang digunakan hanya sebagai konsonan akhir kata atau
suku kata, lalu mulailah kata atau suku kata baru. Dengan kata lain,
pasangan berfungsi mematikan bunyi vokal aksara yang didahuluinya.
Dalam sistem aksara Sunda Kuno, bentuk pasangan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk pasangan umum dan bentuk pasangan khusus.
1. Pasangan Umum
Yang dimaksud pasangan umum ini adalah bentuk yang hampir dapat dipasangkan atau dirangkaikan dengan aksara-aksara ngalagena secara umum. Berdasarkan data dalam naskah Sunda Kuno terdapat empat bentuk pasangan umum, yaitu:
Pasangan -ra- umumnya dimasukkan sebagai rarangkén ‘vokalisasi’ yang
dinamakan panyakra sehingga ada kesan khusus sebagai pasangan aksara ka.
Padahal pasangan -ra-
ini dapat dikombinasikan dengan sebagian besar aksara ngalagena.
Demikian pula halnya dengan pasangan -ya- yang biasa dimasukkan sebagai
rarangkén dengan sebutan pamingkal, sebenarnya berfungsi sebagai lambang
bunyi silabis tambahan ya yang dapat berkombinasi dengan hampir semua aksara ngalagena.
2. Pasangan Khusus
Ada
beberapa bentuk lambang bunyi silabis yang dapat dipandang sebagai
pasangan khusus dalam sistem aksara Sunda Kuno. Bentuk pasangan tersebut
hampir dapat dipastikan muncul dalam pola bentuk yang tetap. Namun
demikian, pasangan khusus ini dapat dibedakan dalam posisi yang vertikal
‘bertumpuk’ dan posisi yang horizontal ‘menyamping’.
Bentuk Vertikal:
Bentuk Vertikal:
Bentuk Horizontal:
F. Angka
Berdasarkan
data dalam naskah-naskah Sunda Kuno yang berbahan lontar ditemukan
lambang-lambang yang memiliki nilai bilangan sebagai angka.
Bentuk-bentuk lambang tersebut umumnya ditulis pada margin kiri di luar
teks setiap lempir bagian recto ‘halaman muka’. Bentuk-bentuk lambang
dimaksud adalah sebagai berikut:
Berdasarkan angka-angka dasar ini dapat disusun bentuk puluhan, ratusan,
dan seterusnya. Cara penulisannya disusun berderet ke samping seperti
dalam sistem penulisan angka Arab.
G. Uraian
Secara umum aksara Sunda Kuno yang dimaksud dalam uraian tadi dapat disusun dalam tabel-tabel berikut.
Ragam Aksara Swara
Ragam Aksara Ngalagena
Model Tanda Vokalisasi & Angka
Model Pasangan Aksara Sunda Kuno
adapted from:
this text was good. I
can tell everyone who read my blog. and also give me more information about Sunda
language ...
0 komentar:
Posting Komentar